13.4.16

Resume Buku Bagaimana menghafal Al-Quran karangan Abdurrahman Abdul Khalid

Judul               :    Bagaimana menghafal Al-Quran
Pengarang       :    Abdurrahman Abdul Khalid
Penerbit          :    Pustaka Al-kaustar (2008)
Resume oleh   :    Aliaty Rahma
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Qs Ali Imran: 190-191)
Beberapa waktu yang lalu muncul sebuah gerakan masaa yang menamakan gafatar dianggap sesat karena salah satu alasan telah meragukan Al-Quran dengan mengatakan bahwa Al-Quran telah diragukan keasliannya karena telah lama diturunkan. Pemahaman ini cukup mengusik saya untuk itu perkenankan saya untuk memcoba meresume sebuah buku koleksi saya yang berjudul bagaimana menghafal Al-Quran. Semoga kita menjadi golongan yang ikut menjaga kemurnian Al-Quran dengan menghafalkannya.
Sesungguhnya Al-Quran telah Allah jaga keasliannya sesuai dengan janji Allah pada Al Quran dalam surat Al-hirj ayat 9 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” dan jika Allah telah berjanji apakah perlu ada keraguan diantara kita? Astagfirullahhalazim
Buku ini mengambarkan kaidah-kaidah atau lebih simplenya tips-tips dalam menghafal Al-Quran yang hanya terdiri dari 62 halaman. Cukup tipis dan singkat namun cukup membangkitkan niat yang paling utama dalam menghafal Al-Quran.
Menjadi Penghafal Al-Quran Ya... itu adalah cita-cita saya yang telah dirintis bertahun-tahun mestinya saya sudah menjadi seorang hafiz jikalau menurut lama saya tertarbiyah yang hampir 14 tahun jikalau saya kuliah tentulah sudah S3. Lalu bagaimana?  Nah pada buku ini memaparkan bahwasanya kaidah yang perlu ada pertama dalam diri kita ketika hendak menghafal Al-Quran adalah Ikhlas dan tujuan yang baik karena tidak ada pahalanya bagi orang yang membaca Al-Quran hanya untuk pamer supaya didengar orang saja. Hal ini sesuai dengan hadist bukhari dan muslim “Allah berfirman, Aku adalah sekutu yang paling baik tidak membutuhkan persekutuan. Barangsiapa yang melakukan suatu amal seraya mempersekutukan Aku dengan selain-Ku dalam amalannya itu, maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya itu”.
Kaidah yang kedua ialah mengupayakan membenarkan pengucapan dan bacaan, hal ini dapat dilakukan dengan tekun menyimak bacaan orang yang telah baik bacaan Al-Quran atau hafalan Al-Qurannya. Kaidah ketiga yaitu membuat target hafalan setiap harinya apakah itu satu halaman perhari atau dua halaman atau seperdelapan juz dan seterusnya. Dan agar menjaga diri dari kebosanan dan memantapkan dalam hafalan Al-Qurannya maka dianjurkan untuk mengiramakan bacaannya.
Kaidah yang keempat sebelum hafalan sempurna “janganlah beralih pada hapalan baru” hafalan yang sempurna adalah hafalan Al-Quran yang sudah benar-benar terpatri dalam hati, dan untuk memantapkan hafalan Al-Quran adalah dengan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari semisal membacanya dalam shalat atau menjadi imam dalam shalat berjamaah. Pengunaan satu mushaf saja menjadi kaidah yang kelima, dengan mengunakan satu mushaf saja maka kita bukannya hanya hafal bacaannya namun juga letak-letak ayat dalam mushaf tersebut. Memahami ayat-ayat yang dihafalkan merupakan kaidah yang keenam dalam menghafal Al-Quran kita perlu memahami dan mengerti aspek hubungan satu ayat dengan ayat yang lain karena itu perlu sekiranya membaca tafsir dari ayat-ayat yang tengah dihafalkan.
Kaidah ketujuh adalah untuk tidak melewati satu surat sebelum lancar, Al-Quran terdiri dari 114 surat siapa yang tidak tergiur untuk menghafalnya manalagi ketika mendapat rekomendasi dari ustadz bahwa ayat ini dan surat ini bagus untuk dihafalkan karena banyak fadilahnya namum tetap saja kita perlu konsisten terhadap hafalan karena itu jangan sekali-kali melewatkan satu surat sebelum surat yang terdahulu lancar dihafalkan hingga tertulis dalam hati menjadi satu kesatuan saling terkait dan melekat.
Kaidah ke 8 dan 9 anjuran untuk selalu tekun memuraja’ah dan menjaga hafalan. Seseorang yang sedang menghafal Al-Quran harus tekun memuraja’ah atau menyetorkan hafalanya pada seorang hafizh lain atau dengan mencocoknya pada mushaf, dan selalu mempraktekkannya dalam shalat serta dalam kegiatan sehari-hari hal ini langkah antisipasi dalam menjaga hafalan, sebab hafalan Al-Quran itu cendrung lekas hilang bahkan dalam sebuah hadistnya Rasulullah SAW mengingatkan kita “Demi zat yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya. Sesungguhnya hafalan Al-Quran itu lebih cepat lepas ketimbang seekor unta pada tambatannya”(HR Bukhari dan Muslim)
Diperlukan sebuah perhatian khusus dan ketelitian mengingat Al-Quran dalam segi makna, lafazh dan ayat-ayatnya itu serupa menjadi kaidah yang ke sepuluh. Al-Quran memiliki sekitar enam ribu ayat lebih maka dua ribu diantaranya ayat-ayat yang serupa tentunya dibutuhkan kemampuan untuk membedakanya oleh karena itu perlulah sekiranya sebagai seorang penghafal Al-Quran menelaah dan mempelajari kitab-kitab yang khusus mengenai bahasan ayat-ayat yang serupa tadi agar mampu membedakannya.
Kaidah yang ke 11 memanfaatkan batas usia yang baik dalam menghafal Al-Quran. Walau tidak ada batasan usia dalam memhafal Al-Quran namun pada buku ini tetap merekomendasikan batasan usia dalam menghafal sekitar 5-30 tahun didasarkan pada kemampuan menghafal pada rentang usia tersebut masih memiliki daya ingat yang kuat sehingga memiliki mutu hafalanya bagus.

Pada halaman-halaman terakhir buku ini dirampungkan dengan etika seorang hafizh Al-Quran yang  diantaranya bekelakuan sesempurna mungkin dan bertindak-tanduk sebaik mungkin, mesti dapat mengendalikan hawa nafsunya dari yang dilarang oleh Allah dalam Al-Quran, menjaga diri dari pekerjaan yang nista, berjiwa mulia, tidak sombong, menjaga jarak dari orang-orang ahli dunia, rendah hati terhadap orang-orang saleh, dan orang-orang yang suka berbuat kebajikan serta orang-orang yang miskin, harus khusyu, dan berwibawa.