Judul : Bagaimana
menghafal Al-Quran
Pengarang : Abdurrahman
Abdul Khalid
Penerbit : Pustaka
Al-kaustar (2008)
Resume
oleh : Aliaty
Rahma
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Qs Ali Imran:
190-191)
Beberapa
waktu yang lalu muncul sebuah gerakan masaa yang menamakan gafatar dianggap
sesat karena salah satu alasan telah meragukan Al-Quran dengan mengatakan bahwa
Al-Quran telah diragukan keasliannya karena telah lama diturunkan. Pemahaman
ini cukup mengusik saya untuk itu perkenankan saya untuk memcoba meresume
sebuah buku koleksi saya yang berjudul bagaimana menghafal Al-Quran. Semoga kita
menjadi golongan yang ikut menjaga kemurnian Al-Quran dengan menghafalkannya.
Sesungguhnya
Al-Quran telah Allah jaga keasliannya sesuai dengan janji Allah pada Al Quran
dalam surat Al-hirj ayat 9 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” dan jika Allah telah
berjanji apakah perlu ada keraguan diantara kita? Astagfirullahhalazim
Buku ini mengambarkan kaidah-kaidah atau lebih simplenya tips-tips
dalam menghafal Al-Quran yang hanya terdiri dari 62 halaman. Cukup tipis dan
singkat namun cukup membangkitkan niat yang paling utama dalam menghafal Al-Quran.
Menjadi Penghafal Al-Quran Ya... itu adalah cita-cita saya yang telah
dirintis bertahun-tahun mestinya saya sudah menjadi seorang hafiz jikalau menurut
lama saya tertarbiyah yang hampir 14 tahun jikalau saya kuliah tentulah sudah
S3. Lalu bagaimana? Nah pada buku ini
memaparkan bahwasanya kaidah yang perlu ada pertama dalam diri kita ketika
hendak menghafal Al-Quran adalah Ikhlas dan tujuan yang baik karena tidak ada
pahalanya bagi orang yang membaca Al-Quran hanya untuk pamer supaya didengar
orang saja. Hal ini sesuai dengan hadist bukhari dan muslim “Allah berfirman,
Aku adalah sekutu yang paling baik tidak membutuhkan persekutuan. Barangsiapa
yang melakukan suatu amal seraya mempersekutukan Aku dengan selain-Ku dalam
amalannya itu, maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya itu”.
Kaidah yang kedua ialah mengupayakan membenarkan pengucapan dan
bacaan, hal ini dapat dilakukan dengan tekun menyimak bacaan orang yang telah
baik bacaan Al-Quran atau hafalan Al-Qurannya. Kaidah ketiga yaitu membuat
target hafalan setiap harinya apakah itu satu halaman perhari atau dua halaman
atau seperdelapan juz dan seterusnya. Dan agar menjaga diri dari kebosanan dan
memantapkan dalam hafalan Al-Qurannya maka dianjurkan untuk mengiramakan bacaannya.
Kaidah yang keempat sebelum hafalan sempurna “janganlah beralih pada
hapalan baru” hafalan yang sempurna adalah hafalan Al-Quran yang sudah
benar-benar terpatri dalam hati, dan untuk memantapkan hafalan Al-Quran adalah
dengan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari semisal membacanya dalam
shalat atau menjadi imam dalam shalat berjamaah. Pengunaan satu mushaf saja
menjadi kaidah yang kelima, dengan mengunakan satu mushaf saja maka kita
bukannya hanya hafal bacaannya namun juga letak-letak ayat dalam mushaf
tersebut. Memahami ayat-ayat yang dihafalkan merupakan kaidah yang keenam dalam
menghafal Al-Quran kita perlu memahami dan mengerti aspek hubungan satu ayat
dengan ayat yang lain karena itu perlu sekiranya membaca tafsir dari ayat-ayat
yang tengah dihafalkan.
Kaidah ketujuh adalah untuk tidak melewati satu surat sebelum lancar,
Al-Quran terdiri dari 114 surat siapa yang tidak tergiur untuk menghafalnya
manalagi ketika mendapat rekomendasi dari ustadz bahwa ayat ini dan surat ini
bagus untuk dihafalkan karena banyak fadilahnya namum tetap saja kita perlu
konsisten terhadap hafalan karena itu jangan sekali-kali melewatkan satu surat
sebelum surat yang terdahulu lancar dihafalkan hingga tertulis dalam hati
menjadi satu kesatuan saling terkait dan melekat.
Kaidah ke 8 dan 9 anjuran untuk selalu tekun memuraja’ah dan menjaga
hafalan. Seseorang yang sedang menghafal Al-Quran harus tekun memuraja’ah atau
menyetorkan hafalanya pada seorang hafizh lain atau dengan mencocoknya pada
mushaf, dan selalu mempraktekkannya dalam shalat serta dalam kegiatan
sehari-hari hal ini langkah antisipasi dalam menjaga hafalan, sebab hafalan
Al-Quran itu cendrung lekas hilang bahkan dalam sebuah hadistnya Rasulullah SAW
mengingatkan kita “Demi zat yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya. Sesungguhnya hafalan
Al-Quran itu lebih cepat lepas ketimbang seekor unta pada tambatannya”(HR
Bukhari dan Muslim)
Diperlukan sebuah perhatian khusus dan ketelitian mengingat Al-Quran dalam
segi makna, lafazh dan ayat-ayatnya itu serupa menjadi kaidah yang ke sepuluh.
Al-Quran memiliki sekitar enam ribu ayat lebih maka dua ribu diantaranya
ayat-ayat yang serupa tentunya dibutuhkan kemampuan untuk membedakanya oleh
karena itu perlulah sekiranya sebagai seorang penghafal Al-Quran menelaah dan
mempelajari kitab-kitab yang khusus mengenai bahasan ayat-ayat yang serupa tadi
agar mampu membedakannya.
Kaidah yang ke 11 memanfaatkan batas usia yang baik dalam menghafal
Al-Quran. Walau tidak ada batasan usia dalam memhafal Al-Quran namun pada buku
ini tetap merekomendasikan batasan usia dalam menghafal sekitar 5-30 tahun didasarkan
pada kemampuan menghafal pada rentang usia tersebut masih memiliki daya ingat
yang kuat sehingga memiliki mutu hafalanya bagus.
Pada halaman-halaman terakhir buku ini dirampungkan dengan etika
seorang hafizh Al-Quran yang diantaranya
bekelakuan sesempurna mungkin dan bertindak-tanduk sebaik mungkin, mesti dapat
mengendalikan hawa nafsunya dari yang dilarang oleh Allah dalam Al-Quran,
menjaga diri dari pekerjaan yang nista, berjiwa mulia, tidak sombong, menjaga
jarak dari orang-orang ahli dunia, rendah hati terhadap orang-orang saleh, dan
orang-orang yang suka berbuat kebajikan serta orang-orang yang miskin, harus
khusyu, dan berwibawa.